Jumat, 14 Agustus 2009

BERMULA DARI PENGKAFIRAN, AKHIRNYA PELEDAKAN

BAYAN HAI'AH KIBAR AL-ULAMA FI DZAMMI AL-GHULUWWI FI AT-TAKFIR [Penjelasan Lembaga Perkumpulan Ulama Besar Saudi Arabia Tentang Celaan Terhadap Sikap Ghuluw -ekstrim- Dalam Mengkafirkan Orang Lain]

Markaz Al-Imam Al-Albani Yordania
Syaikh Ali bin Hasan bin Ali bin Abdul Hamid Al-Alhalabi Al-Atsari


Pengantar.
Takfir atau mengkafirkan orang lain tanpa bukti yang dibenarkan oleh syari'at merupakan sikap ekstrim, dan akan selalu memicu persoalan, yang ujung-ujungnya ialah tertumpahnya darah kaum muslimin secara semena-mena. Berawal dari takfir dan berakhir dengan tafjir (peledakan).

Makalah berikut ini diterjemahkan dari sebuah booklet yang dikeluarkan oleh Markaz Al-Imam Al-Albani, Yordania, tentang Bayan Hai'ah Kibar Al-Ulama Fi Dzammi Al-Ghuluwi Fi At-Takfir [Penjelasan Lembaga Perkumpulan Ulama Besar Saudi Arabia Tentang Celaan Terhadap Sikap Ghuluw -ekstrim- Dalam Mengkafirkan Orang Lain].

Lembaga ini diketahui oleh Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz Rahimahullah. Kemudian penjelasan Lembaga tersebut disajikan ulang dan diberi catatan oleh Syaikh Ali bin Hasan bin Ali bin Abdul Hamid Al-Halabi Al-Atsari. Selamat menyimak.

Berikut ini adalah sebuah penjelasan ilmiah yang akurat. Di dalamnya terdapat kupasan yang jeli dan teliti. Mengukuhkan masalah yang teramat penting, bermanfaat bagi sekalian umat dan dapat menolak fitnah yang gelap gulita.

(Atas dasar itu), saya memandang perlu dan penting untuk menyebar luaskannya, sebagai nasihat dan sebagai amanat. Hal itu disebabkan oleh dua alasan.

Pertama
Karena banyak orang yang tidak mengetahuinya dan tidak memahaminya. Sedangkan yang mengetahuinya, tidak mau menyebarluaskannya [1], dan enggan menunujukkannya -kecuali yang mendapat rahmat Allah-

Kedua.
(Juga) karena di dalam penjelasan itu terdapat (usaha telaah) untuk membongkar rahasia keadaan sebagian orang ghuluw yang ekstrim. Yaitu orang-orang yang karena kebodohannya telah membuat citra agama menjadi buruk, dan karena penyimpangannya telah merusak kaum muslimin secara umum.

Padahal Islam -alhamdulillah- jauh lebih tinggi dan lebih agung. Islam lebih memberikan bimbingan dan petunjuk kepada kebenaran.

Hanya kepada Allah aku memohon, agar Dia menjadikan penjelasan [2] ini bermanfaat bagi orang-orang pada umumnya, maupun secara khusus bagi orang-orang tertentu. Dia Allah Subhanahu wa Ta'ala yang berfirman.

"Artinya : Takutlah kamu akan suatu fitnah yang tidak hanya menimpa orang-orang zhalim saja di antara kamu" [Al-Anfal : 25]

Akhir do'a kami ialah, Alhamdulillahi Rabbil 'Alamin
Syaikh Ali bin Hasan bin Ali bin Abdul Hamid Al-Alhalabi Al-Atsari

PENJELASAN HAI'AH KIBAR AL-ULAMA
Lembaga Perkumpulan Tokoh-Tokoh Ulama Saudi Arabia [3]
Sesungguhnya Majelis Hai'ah Kibar Al-Ulama, pada pertemuannya yang ke 49 di Thaif, yang dimulai tanggal 2/4/1419H [4] telah mengkaji apa yang kini berlangsung di banyak negeri-negeri Islam dan negeri-negeri lain, tentang takfir (penetapan hukum kafir terhadap seseorang) dan tafjir (peledakan) serta konsekwensi yang diakibatkannya, berupa penumpahan darah dan perusakan fasilitas-fasilitas umum.

Karena berbahayanya persoalan ini, begitu pula akibat yang ditimbulkannya, berupa melenyapkan nyawa orang-orang yang tidak bersalah, perusakan harta benda yang mestinya terpelihara, menimbulkan rasa takut bagi banyak orang dan menimbulkan keresahan bagi keamanan serta ketentraman orang banyak, maka majelis Hai'ah memandang perlu untuk menerbitkan penjelasan ini, guna menerangkan hukum sebenarnya dari persoalan tersebut. Sebagai nasihat bagi Allah, bagi hamba-hambaNya dan sebagai pelepas tanggung jawab di hadapan Allah, serta sebagai upaya menghilangkan kerancuan pemahaman di kalangan orang-orang yang kacau pemahamannya.

Maka dengan taufik Allah kami katakan.

PERTAMA
Takfir (menetapkan hukum kafir/mengkafirkan) merupakan hukum syar'i. Tempat kembalinya adalah Allah dan RasulNya Shallallahu 'alaihi wa sallam. Seperti halnya penetapan hukum halal dan haram, kembalinya kepada Allah dan RasulNya Shallallahu 'alaihi wa sallam, begitupula penetapan hukum kafir.

Tidak setiap perkataan atau perbuatan yang disebut kufur, berarti kufur akbar yang mengeluarkan (pelakunya) dari agama.[5]

Karena sumber penetapan hukum pengkafiran kembalinya kepada Allah dan RasulNya, maka kita tidak boleh mengkafirkan seseorang, kecuali jika Al-Qur'an dan Sunnah telah membuktikan kekafirannya dengan bukti yang jelas. Maka (mengkafirkan orang) tidak cukup hanya berdasarkan syubhat dan dugaan-dugaan saja, sebab akan berakibat pada konsekwensi hukum-hukum yang berbahaya.

Apabila hukum hudud (pidana) saja dapat terhapus dengan adanya syubhat (ketidak jelasan bukti) -padahal konsekwensinya lebih ringan daripada takfir-, apalagi masalah pengkafiran orang, tentu lebih dapat terhapuskan lagi dengan adanya syubhat (ketidak jelasan bukti).

Itulah sebabnya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam memperingatkan umatnya agar jangan sampai menghukumi kafir kepada seseorang yang tidak kafir. Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

"Artinya : Siapapun orang yang mengatakan kepada saudaranya'Hai Kafir', maka perkataan itu akan mengeneai salah satu diantara keduanya. Jika perkataannya benar, (maka benar). Tetapi jika tidak, maka tuduhan itu akan kembali kepada diri orang yang mengatakannya" [Muttafaq 'alaih, dari Ibnu Umar].

Kadang di dalam Al-Qur'an dan Sunnah terdapat nash yang dapat difahami darinya, bahwa perkataan ini, perbuatan itu atau keyakinan itu adalah kufur, tetapi orang yang melakukannya tidak kafir, disebabkan adanya penghalang yang menghalangi kekafirannya.

Hukum pengkafiran ini, sama seperti hukum-hukum lainnya. Yaitu tidak akan terjadi, kecuali jika sebab-sebab serta syarat-syaratnya ada [6] dan penghalang-penghalangnya tidak ada. Umpamanya dalam masalah waris. Sebabnya (misalnya) adalah adanya hubungan kerabat. Kadang-kadang seseorang (yang mempunyai hubungan kerabat) tidak bisa mewarisi disebabkan oleh adanya penghalang, yaitu perbedaan agama. Begitu pula masalah kekafiran. Seorang mukmin dipaksa melakukan perbuatan kufur -misalnya-, maka ia tidak kafir karenanya.

Kadang seorang muslim mengucapkan kalimat kufur disebabkan oleh kesalahan lidah karena sangat gembiranya, atau sangat marahnya atau karena sebab-sebab lainnya. Iapun tidak kafir karenanya. Sebab ia tidak sengaja mengucapkannya. Seperti kisah orang yang mengatakan : "Ya Allah, Engkau adalah hambaku dan aku adalah TuhanMu".( Dia tidak kafir -red). Dia salah mengucapkan kalimat itu karena sangat gembiranya (menemukan ontanya yang hilang ditengah kesendiriannya, -red).[7] [Hadits Shahih Riwayat Muslim, dari sahabat Anas bin Malik]

Tergesa-gesa menghukumi kafir terhadap seseorang akan mengakibatkan banyak perkara yang berbahaya. Di antaranya menghalalkan darah dan harta Muslim, dilarangnya saling mewarisi, pembatalan pernikahan dan lain-lain yang merupakan konsekwensi hukum-hukum orang murtad.

Jadi bagaimana mungkin seorang mukmin boleh lancang menetapkan hukum kafir hanya berdasarkan syubhat yang sangat sederhana sekalipun ?

Dan apabila ternyata (tuduhan kafir, -red) ini ditujukan kepada para penguasa [8], maka persoalannya jelas lebih parah lagi. Sebab akibatnya akan menimbulkan sikap pembangkangan terhadap penguasa, angkat senjata melawan mereka, menebarkan isu kekacauan, mengalirkan darah dan membuat kerusakan terhadap manusia dan negara.

Karena itu Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam melarang penentangan kepada penguasa. Beliau bersabda.

"Artinya : ..Kecuali bila kalian lihat kekafiran yang nyata (bawaah), yang tentangnya kalian memiliki bukti yang jelas dari Allah".[Muttafaq 'alaih, dari Ubadah]

[a]. Sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam (kecuali jika kalian lihat), memberikan pengertian bahwa tidak cukup (pengkafiran, -red) hanya berdasarkan dugaan dan isu.

[b]. Sabda beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam (kekafiran), memberikan pengertian bahwa tidak cukup (penentangan terhadap penguasa, -red) hanya karena fasiknya penguasa, walau kefasikannya besar seperti zhalim, meminum khamr, berjudi dan dominan berbuat perkara haram.

[c]. Sabda beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam (nyata), memberikan pengertian bahwa tidaklah cukup kekafiran yang tidak nyata. Arti (bawaah) ialah jelas dan nyata.

[d]. Sabda beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam (kalian memiliki bukti jelas mengenai kekafiran yang nyata dari Allah). Ini memberikan pengertian bahwa pengkafiran harus berdasarkan dalil yang sharih (jelas dan terang). Dalil itu harus shahih adanya dan sharih (jelas dan terang) pembuktiannya. Sehingga tidak cukup bila dalil itu lemah sanadnya atau tidak tegas pembuktiannya.

[e]. Kemudian sabda beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam (dari Allah), memberikan pengertian bahwa perkataan ulama manapun (dalam pengkafiran, -red) tidak bisa dianggap, meski betapapun tinggi ilmu dan sikap amanahnya, apabila perkataannya tidak berdasarkan dalil yang sharih (nyata dan terang) pembuktiannya dan shahih berasal dari Kitab Allah dan Sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.

Ikatan-ikatan syarat-syarat dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam (dalam hadits) di atas menunjukkan betapa pentingnya permasalahan takfir (pengkafiran terhadap seseorang).

Kesimpulan.
Tergesa-gesa menghukumi seseorang sebagai kafir mempunyai bahaya yang besar. Berdasarkan firman Allah Azza wa Jalla.

"Artinya : Katakanlah. Sesungguhnya Rabbku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak atau yang tersembunyi, dan (mengharamkan) perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (juga mengharamkan kalian) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu, dan (juga mengharamkan) kalian mengada-adakan perkataan terhadap Allah apa yang kalian tidak ketahui" [Al-A'raf : 32]

[Disalin dari Majalah As-Sunnah edisi 12/Tahun VII/1424H hal. 45-50, Diterbitkan oleh Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl Solo Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo, 57183]
__________
Foote Note.
[1]. Sebab banyak di antara persoalan itu yang bagi sebagian orang hanya persoalan 'mana suka'. Jika sesuai dengan hawa nafsu disebar luaskan. Dan jika tidak sesuai, disembunyikan dan ditimbun. Fatwa-fatwa ulama yang tidak sesuai dengan hawa nafsu mereka, maka akan dikatakan bahwa ulama yang berfatwa itu tidak mengerti (bodoh terhadap) realitas, situasi dan kondisi atau dikatakan bahwa ulama itu terkontaminasi dengan pemikiran Murji'ah. Demi Allah, ini merupakan bencana besar.
[2]. Penjelasan ini termasuk penjelasan dan fatwa ilmiah dari Hai'ah Kibar Ulama yang paling akhir dibawah kepemimpinan Syaikh Abdul Azi bin Baz Rahimahullah. Penjelasan (fatwa) ini dikeluarkan kurang dari sembilan bulan sebelum beliau wafat. Dan penjelasan ini dimuat di majalah Al-Buhuts Al-Islamiyah, Edisi 56 Safar 1420H, langsung setelah beliau wafat.
[3]. Tentang penjelasan lembaga ini, saya (Syaikh Ali Hasan) telah memberikan catatan dan penjelasan pada sebuah risalah tersendiri yang saya beri judul 'Kalimatun Sawa' Fi An-Nushrati Wa Ats-Tsana'i 'Ala Bayan Hai'ah Kibar Al-Ulama, Wa Fatwa Al-Lajnah Da'imah Lil Ifta' Fi Naqdhi Ghuluwwi At-Tafkir Wa Dzammi Dhalalati Al-Irja'. Risalah ini sedang dicetak, Alhamdulillah. Di dalamnya digabungkan pula Fatwa Lajnah Da'imah tentang celaan terhadap firqah Murji'ah dan faham Murji'ah.
[4]. Wafatnya guru kami, Syaikh Al-Imam Abdul Aziz bin Baz Rahimahullah, ialah pada tanggal 27/1/1420H
[5]. Sesungguhnya kufur terbagi menjadi dua. Kufur asghar (kecil), tidak mengeluarkan pelakunya dari Islam, dan kufur akbar (besar), mengeluarkan pelakunya dari Islam. Kufur akbar ini ada beberapa macam, yaitu : menghalalkan (terhadap perkara yang jelas haramnya,-red), penolakan, pengingkaran, pendustaan, (menolak untuk percaya), munafik, dan ragu-ragu (terhadap kebenaran yang sudah jelas, -red). Dalam hal ini ada beberapa sebab yang dapat menjerumuskan ke dalam kufur akbar itu. Yaitu sebab-sebab yang berupa perkataan, perbuatan dan keyakinan.
[6]. Pada perkataan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu' Fatawa XIV/118 terdapat penjelasan tentang syarat-syarat itu. Beliau Rahimahullah, berkaitan dengan hukum orang yang berbicara tentang kekafiran, telah mengatakan : "Adapun bila orang tersebut : (1) mengetahui atau memahami apa yang diucapkannya, maka bila ia (2) dengan senang hati (tidak terpaksa) dan (3) sengaja dalam mengucapkan apa yang dikatakannya ; maka inilah yang perkataanya terhitung." (maksudnya, pengkafiran terhadap orang itu dapat dianggap). Saya (Syaikh Ali Hasan) berkata, "Sebagai kebalikannya adalah penghalang-penghalangnya".
[7]. Jadi kegembiraan yang luar biasa itulah yang menjadi sebab adanya penghalang yang menghalangi hukum kafir terhadapnya, yaitu : ketidak sengajaan. Maksudnya, ia tidak bermaksud melakukan kekafiran. Perhatikanlah ini hendaknya. Jika tidak, sesungguhnya orang yang sengaja -dan tanpa ada unsur paksaan- mengucapkan perkataan sejenis yang dapat menyebakan kekafiran -yaitu yang sama sekali berlawanan dengan keimanan dari segala sisi- baik secara ucapan maupun secara perbuatan, misalnya ; mencaci Allah atau RasulNya atau yang semisalnya, maka orang ini kafir, keluar dari agama. Murtad.
[8]. Yaitu para penguasa Muslim -semoga Allah memperbaiki negara dan hamba Allah- melalui tangan mereka. Tentang dalil yang dijadikan hujjah oleh orang-orang yang menyimpang untuk mengkafirkan para penguasa secara total, yaitu firman Allah : "Barangsiapa yang tidak berhukum dengan apa yang diturunkan oelh Allah, maka mereka itulah orang-orang kafir".[Al-Maidah : 44]. Maka tidak ada jawaban mencakup yang lebih indah dari pada perkataan Imam Ahmad Rahimahullah. (Beliau berkata) : "(Maksud ayat itu ialah), kufur yang tidak mengeluarkan dari agama. Seperti halnya iman, sebagaimana lebih rendah dari sebagian yang lain (bertingkat-tingkat, -red), demikian pula kufur. Sampai akhirnya datang suatu bukti yang tidak diperselisihkan lagi didalamnya". (Termuat dalam) Majmu' Fatawa Syaikhul Islam VII/254

KEDUA
Apa yang timbul dari keyakinan salah ini ?
Yaitu menghalalkan darah, perusakan kehormatan, perampasan harta milik orang-orang tertentu atau orang-orang umum, peledakan tempat-tempat hunian serta angkutan-angkutan umum dan perusakan bangunan-bangunan.

Kegiatan-kegiatan ini dan yang semisalnya adalah haram menurut syari'at berdasarkan ijma' (kesepakatan) kaum musilimin. Sebab di dalamnya terdapat perusakan terhadap kehormatan jiwa-jiwa manusia yang terpelihara, perusakan terhadap kehormatan harta benda, perusakan terhadap kehormatan keamanan dan ketentraman. (Perusakan terhadap) hak hidup orang banyak secara aman dan tenteram di rumah-rumah mereka, di tempat-tempat mata pencaharian mereka, di saat keberangkatan mereka pada pagi hari dan di saat kepulangan mereka pada sore hari. Juga perusakan terhadap kepentingan-kepentingan umum yang selalu dibutuhkan oleh orang banyak dalam kehidupan mereka.

Padahal Islam telah memeberikan pemeliharaan kepada kaum muslimin berkaitan dengan harta benda, kehormatan dan jiwa raga mereka. Islam mengharamkan perusakan terhadap semua ini dan sangat menekankan pengharamannya.

Bahkan di antara hal terakhir yang disampaikan oleh Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam kepada umatnya ialah sabda beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam pada haji wada'.

"Artinya : Sesungguhnya darah-darah kalian, harta-harta benda kalian dan kehormatan-kehormatan kalian adalah haram atas kalian, seperti haram (mulia)nya hari kalian (hari haji wada') ini, di bulan kalian ini dan di negeri (tanah haram) kalian ini".

Akhirnya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menutup sabdanya.

"Artinya : Ketahuilah, adakah aku telah menyampaikan ? Ya Allah saksikanlah" [Muttafaq 'alaih, dari Abi Bakrah]

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda.

"Artinya : Setiap muslim bagi muslim lainnya adalah haram darahnya, hartanya dan kehormatannnya".[Hadits Riwayat Muslim, dari Abu Hurairah]

Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda pula.

"Artinya : Takutkah kalian akan kezhaliman, sesungguhnya kezhaliman itu adalah kegelapan-kegelapan pada hari kiamat". [Hadits Riwayat Muslim, dari Jabir]

Sesungguhnya Allah telah memberikan ancaman sangat keras terhadap orang yang membunuh seseorang yang terpelihara jiwanya. Berkenan dengan jiwa seorang mukmin, Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman.

"Artinya : Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka balasannya iahal Jahannam, kekal ia didalamnya dan Allah murka kepadanya dan melaknatnya serta menyediakan adzab yang besar baginya" [An-Nisa : 93]

Kemudian berkenan dengan jiwa orang kafir yang berada dalam jaminan keamanan kaum muslimin, jika dibunuh secara tidak sengaja, Allah berfirman.

"Artinya : Dan jika ia (si terbunuh) dari kaum kafir yang ada perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, maka (hendaklah si pembunuh) membayar diat (ganti rugi) yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh), serta memerdekakan hamba sahaya yang mukmin. Barangsiapa yang tidak memiliki hamba sahaya, maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut sebagai cara taubat kepada Allah. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana". [An-Nisaa : 92]

Apabila orang kafir yang memiliki jaminan keamanan dari kaum muslimin dibunuh secara tidak sengaja harus ada pembayaran diat (ganti rugi) dan memerdekakan hamba sahaya oleh si pembunuh, maka apalagi jika ia dibunuh secara sengaja. Jelas kejahatannya lebih berat dan dosanya lebih besar.

Dan sesunguhnyalah terdapat riwayat shahih dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda.

"Artinya : Barangsiapa yang membunuh orang kafir yang berada dalam perjanjian (damai) maka ia tidak akan mencium baunya surga". [Muttafaq 'alaih, dari Abdullah bin Amr]

KETIGA
Sesungguhnya jika sebuah majlis menyatakan ketetapan hukum kafir terhadap manusia -tanpa bukti dari Kitab Allah dan Sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam serta tanpa menyebutkan bahayanya penyebutan hukum itu karena mengandung akibat buruk dan dosa, berarti majelis tersebut tengah mengumumkan kepada dunia, bahwa Islam berlepas diri dari keyakinan yang salah ini. Begitu pula apa yang tengah berlangsung di bebagai negeri berupa penumpahan darah orang yang tidak bersalah, peledakan tempat-tempat hunian, kendaraan-kendaraan, fasilitas-fasilitas umum maupun khusus, serta perusakan bangunan-bangunan, semua itu merupakan tindakan kriminal. Islam berlepas diri dari tindakan semacam itu.

Demikian juga setiap muslim yang beriman kepada Allah dan hari akhirat-pun berlepas diri dari tindakan seperti itu. Tindakan-tindakan tersebut tidak lain hanyalah tindakan orang yang mempunyai pemikiran menyimpang dan aqidah sesat. Dia sendirilah yang memikul dosa dan kejahatannya. Tindakannya itu tidak bisa dibebankan kepada Islam dan tidak pula kepada kaum muslimin yang berpegang pada petunjuk Islam, berpegang teguh pada Al-Qur'an dan Sunnah dan berpegang teguh pada tali Allah yang kokoh.

Tindakan-tindakan tersebut murni merupakan perusakan dan kejahatan. Syari'at serta fitrah menolaknya. Oleh karenanyalah, nash-nash syari'at telah datang untuk mengharamkannya dan memperingatkan agar tidak mempergauli para pelaku tindakan demikian.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman.

"Artinya : Dan di antara manusia ada yang ucapannya tentang kehidupan dunia menarik hatimu, dan dipersaksikannya kepada Allah (atas kebenaran) isi hatinya, padahal ia adalah penentang yang paling keras. Dan apabila ia berpaling (dari kamu), ia berjalan di muka bumi untuk mengadakan kerusakan padanya, dan merusak tanaman dan binatang ternak. Dan Allah tidak menyukai kebinasaan. Dan apabila dikatakan kepadanya, "Bertaqwalah kepada Allah !", bangkitlah kesombongannya yang menyebabkannya berbuat dosa. Maka cukuplah (balasannya) nerakah Jahannam. Dan sungguh neraka Jahannam itu tempat tinggal yang seburuk-buruknya".[Al-Baqarah : 204-206]

(Intinya) kewajiban seluruh kaum muslimin -dimanapun mereka berada- ialah saling ingat-mengingatkan dalam hal kebenaran, saling menasihati, saling tolong menolong dalam hal kebaikan dan ketaqwaan, amar ma'ruf nahi munkar- dengan cara hikmah (bijaksana) serta nasihat yang baik, dan memberikan bantahan dengan cara yang lebih baik.

Sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta'ala telah berfirman.

"Artinya : Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan ketaqwaan, dan janganlah tolong menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksanya".[Al-Ma'idah : 2]

Allah Subhanahu wa Ta'ala juga berfirman.

"Artinya : Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka adalah menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang mungkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan RasulNya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah, sesungguhnya Allah Maha Perkasa dan Maha Bijaksana".[At-Taubah : 71]

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman.

"Artinya : Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman, dan mengerjakan amal shalih, dan nasihat-menasihati supaya mentaati kebenaran, dan nasihat-menasihati supaya menepati kesabaran".[Al-Ashri : 1-3]

Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

"Artinya : Agama adalah nasihat" (Rasullullah mengatakannya tiga kali). Ditanyakan oleh sahabat : "Bagi siapa, wahai Rasulullah ?". Beliau menjawab, "Bagi Allah, bagi kitabNya, bagi RasulNya, bagi para pemimpin umat Islam dan bagi umumnya umat Islam" [Hadits Riwayat Muslim dari Tamim Ad-Dari. Imam Bukhari meriwayatkannya secara mu'allaq dalam kitab Shahih-nya, tanpa menyebutkan sahabat]

Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

"Artinya : Perumpamaan kaum mukminin dalam (hubungan) saling cinta, saling kasih sayang dan saling lemah lembutnya, ibarat satu tubuh, apabila salah satu anggauta tubuh mengeluh karena sakit, maka seluruh anggauta tubuh lainnya akan ikut tidak bisa tidur dan merasa demam".[Muttafaq 'Alaih, dari An-Num'an bin Basyir]

(Demikianlah), ayat-ayat serta hadits-hadits yang semakna dengan ini banyak.

Akhirnya, kami memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala -dengan nama-namaNya yang husna dan dengan sifat-sifatNya yang mulia- agar Dia mencegah seluruh kaum muslimin dari kesengsaraan.

Kami memohon agar Allah Subhanahu wa Ta'ala memberikan taufiq kepada seluruh pemegang kendali kekuasaan kaum muslimin untuk melakukan apa yang baik bagi umat dan negara, serta melakukan pemberantasan terhadap segala kerusakan serta para perusaknya.

Kami memohon agar Allah memenangkan agamaNya dan meninggikan kalimatNya melalui para pemegang kendali kekuasaan itu. Juga agar Allah memperbaiki keadaan seluruh umat Islam di manapun mereka berada, serta memenangkan kebenaran melalui mereka. Sesungguhnya Allah adalah pemilik semua itu dan Maha Kuasa untuk melakukannya. Semoga Allah senantiasa mencurahkan shalawat serta salamNya kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.

[Disalin dari Majalah As-Sunnah edisi 12/Tahun VII/1424H hal. 45-50, Diterbitkan oleh Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl Solo Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo, 57183]

Sumber : Almanhaj.or.id

Hukum Pengkafiran Dan Pemboman

HUKUM PENGKAFIRAN DAN PEMBOMAN


Oleh
Haiah Kibarul Ulama Saudi Arabia



Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga tercurah atas Rasulullah, keluarga beliau, shabat dan orang-orang yang mengambil petunuk dengan petunjuk.

Amma ba'du.
Majelis Kibarul Ulama telah mempelajari pada daurah yang ke-49, yang diselenggarakan di Thaif, dimulai dari tanggal 2 Rabiul Tsani 1419H, tentang pengkafiran dan pemboman yang marak terjadi di negeri Islam dan selainnya. Dan juga menyebabkan pertumpahan darah dan musnahnya bangunan-bangunan.

Dengan memperhatikan bahaya serta dampak negatife yang ditimbulkan perbuatan tersebut seperti menelan korban yang tidak berdosa, melenyapkan harta benda, timbulnya ketakutan di antara manusia, was-was terhadap diri serta tempat mereka, maka majelis Kibarul Ulama mengeluarkan penjelasan berkaitan dengan hukum tersebut sebagai bentuk nasehat kepada Allah dan para hamba-Nya, bentuk tanggung jawab serta menyingkap kesamaran dalam pemahaman terhadap orang yang masih belum jelas akan hal ini, maka kami menyatakan wa billahi at taufiq.

Pertama.
Pengkafiran termasuk hukum syar'i yang sumbernya berasal dari Allah dan RasulNya. Seperti juga halnya penghalalan, pengharaman, dan kewajiban kembali kepada Allah dan RasulNya, demikian pula pengkafiran. Namun tidaklah setiap perbuatan yang disifati dengan kekafiran baik perkataan maupun perbuatan merupakan kufur akbar yang mengeluarkan pelakunya dari agama Islam.

Ketika hukum pengkafiran dikembalikan kepada Allah dan RasulNya, maka tidak dibenarkan untuk mengkafirkan seseorang kecuali yang telah jelas-jelas dikafirkan oleh Al-Qur'an dan As-Sunnah, tidaklah cukup hanya dengan syubhat atau persangkaan semata, mengingat dampak yang ditimbulkan oleh hal tersebut. Dan jika hukuman saja bisa ditolak hanya karena syubhat (pada hal dampaknya lebih ringan dari dampak yang ditimbulkan oleh pengakfiran), maka pengkafiran lebih utama lagi.

Oleh karena itu Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam telah memperingatkan perbuatan menghukum seseorang dengan kekafiran padahal ia tidaklah demikian, beliau bersabda.

"Artinya : Barangsiapa yang berkata kepada saudaranya 'wahai kafir' maka sungguh (perkataanya) kembali kepada salah satu dari mereka jika ia berkata benar, jika tidak maka akan kembali padanya" [Muttafaq 'alaihi dari Ibnu Umar] [1]

Telah disebutkan di dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah yang bisa dipahami bahwasanya perkataan, perbuatan atau keyakinan ini merupakan kekufuran, akan tetapi pelakunya tidak divonis kafir karena adanya penghalang. Hukum ini sebagaimana hukum-hukum lain yang tidak akan bisa sempurna kecuali dengan adanya sebab, syarat dan tidak adanyanya penghalang. Contohnya dalam masalah warisan, di antara sebab seseorang menerima warisan adalah karena hubungan kekeluargaan, namun terkadang ia tidak mendapatkan warisan karena adanya penghalang, seperti perbedaan agama. Begitu pula kekafiran ia dibenci karena perbuatannya tapi tidak dikafirkan.

Terkadang seorang muslim mengucapkan kalimat kufur karena meluapkan kegembiraan, kemarahan atau semisalnya tetapi ia tidak divonis kafir –karena ia tidak bermaksud demikian- seperti kisah seorang yang berkata : "Wahai Allah, engkau adalah hambaku sedangkan aku adalah tuhanmu, ia telah salah karena meluapnya kegembiraannya" [Diriwayatkan oleh Anas bin Malik] [2]

Terburu-buru dalam hal mengkafirkan memberikan dampak yang sangat berbahaya seperti penghalalan darah dan harta, tercegah atas warisan, batalnya pernikahan serta selainnya yang meupakan dampak kemurtadan.

Bagaimana bisa hal itu dibenarkan atas seorang mukmin, hanya karena syubhat yang rendah (ringan) ?

Jika hal ini terjadi kepada pemimpin maka akan lebih parah lagi, ia akan berlaku sewenang-wenang, mengangkat senjata, merebaknya kekacauan, tertumpahnya darah dan kerusakan peduduk serta negeri. Oleh karena itulah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam melarang, kita untuk menentang para pemimpin, beliau bersabda.

"Artinya : …… kecuali jika kalian melihat kekufuran yang jelas, kalian memiliki hujjah dari Allah" [Muttafaq 'alaihi dari Ubadah] [3]

Perkataan beliau, "kecuali jika kaian melihat". Tidaklah cukup hanya karena persangkaan dan kabar yang beredar.

Perkataan beliau, "kekufuran" : Tidaklah cukup hanya dengan kefasikan –walaupun besar- seperti juga kezhaliman, minum khamr, bermain judi dan segala bentuk keharaman.

Perkataan beliau, "jelas". Tidaklah cukup jika bukan kufur yang jelas atau yang sharih (terang).

Perkataan beliau, "kalian memiliki hujjah dari Allah" bahwasanya harus dengan dalil yang sharih (terang) yaitu yang jelas serta tetap dalilnya dan tidaklah cukup dengan dalil yang memiliki sanad yang lemah dan tidak pula dalil yang rancu (tidak jelas).

Perkataan beliau, "dari Allah" bahwasanya tidak bisa dijadikan dalil (ibrah) perkataan seorang ulama walaupun ia telah mencapai derajat yang tinggi dalam ilmu dan amanah, jika perkataanya tersebut bukan berdasarkan dalil yang sharih (terang) lagi benar dari Kitabullah dan Sunnah RasulNya Shallallahu 'alaihi wa sallam.

Ukuran ini menujukkan bahwasanya permasalahan tersebut sangat penting.

Kesimpulan : Sesungguhnya tergesa-gesa dalam mengkafirkan memiliki bahaya yang besar sesuai dengan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala.

"Artinya : Katakanlah : Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak maupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alas an yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui" [Al-A'raf : 33]

Kedua.
Akibat yang ditimbulkan oleh keyakinan yang salah ini seperti penghalalan darah, terinjak-injaknya kehormatan, terampasnya harta secara khusus atau umum, pemboman pemukiman dan kendaraan, dan peledakan gedung-gedung. Kesemuanya ini –dan yang semisalnya- diharamkan menurut syariat (ijma kaum muslimin) karena menjadi penyebab hilangnya hak orang, yang tidak berdosa, hilangnya hak harta, hilangnya hak rasa aman dan menetap, dan haknya orang-orang yang damai lagi sentosa yang hidup di perumahan dan lingkungan mereka, hilangnya hak mendapatkan suasana pagi dan sore hari, dan hilannya kepentingan-kepentingan umum yang harus ada pada manusia.

Islam menjaga harta-harta kaum muslimin, kehormatan, badan (jiwa) dan mengharamkan perbuatan merampasnya serta sangat menekannkan hal-hal tersebut. Termasuk hal terakhir yang disampaikan oleh Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam kepada umatnya :

"Artinya : Bahwasanya darah, harta, dan kehormatan kalian aku haramkan seperti haramnya hari ini, bulan ini dan di negeri kalian ini' kemudian beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : 'Apakah aku telah menyampaikannya ? Ya Allah saksikanlah" [ Muttafaq 'alaihi dari Abi Bakrah] [4]

Dan beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

"Artinya : Setiap muslim dengan muslim yang lain diharamkan ; darahnya, hartanya serta kehormatannya" [Diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu Hurairah] [5]

Dan beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam : "Takutlah kalian akan kezhaliman karena kezhaliman adalah kegelapan pada hari Kiamat" [Diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Jabir] [6]

Allah juga telah menjanjikan adzab yang pedih bagi siapa saja yang membunuh nyawa yang tidak berdosa, Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman tentang hak orang-orang mukmin.

"Artinya : Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka balasannya ialah Jahannam, keka ia didalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutuknya serta menyediakan adzab yang besar baginya" [An-Nisa : 93]

Dan Allah Subhanahu wa Ta'la berfirman tentang orang-orang kafir –yang memiliki perjanjian perlindungan dalam hukum pemubunuhan tidak disengaja-

"Artinya : Dan jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, maka (hendaklah si pembunuh) membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang mukmin" [An-Nisa : 92]

Dan jika membunuh seorang kafir yang memiliki perlindungan terhadap kemanannya saja dikenakan diyat dan kafarat, bagaimana jika ia (kafir) dibunuh secara sengaja ? Jika demikian tindakan tersebut lebih parah dan dosanya lebih besar.

Dan telah shahih dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bahwasanya beliau bersabda.

"Artinya : Barangsiapa yang membunuh orang yang dalam perjanjian maka ia tidak akan mencium bau surga" [Muttafaq 'alaihi dari Abdullah bin Amr] [7]

Ketiga.
Bahwasanya setelah Majelis Kibarul Ulama menjelaskan hukum mengkafirkan manusia tanpa didasari oleh petunjuk dari kitab Allah dan Sunnah RasulNya serta bahaya memutlakkan hal tersebut sehingga menimbulkan pengaruh yang buruk, maka diumumkan kepada dunia bahwasanya Islam berlepas diri dari orang yang berkeyakinan salah seperti ini, dan hal-hal yang terjadi di beberapa negeri seperti pertumpahan darah orang tak berdosa, peledakan perumahan dan kendaraan serta bangunan-bangunan milik sawasta maupun pemerintah dan penghancuran gedung-gedung merupakan tindakan kriminalitas dan Islam berlepas darinya.

Begitulah sikap seorang muslim yang beriman kepada Allah dan hari Akhir yaitu berlepas diri darinya. Sesungguhnya tindakan tersebut datang dari orang yang memiliki pemikiran menyimpang serta aqidah yang sesat. Ia memikul dosa dan kejahatannya sendiri, dan tidak dipandang perbuatannya oleh Islam dan kaum muslimin yang mengikuti petunjuk Islam berpegang teguh kepada Kitabullah dan As-Sunnah serta berpegang kepada tali Allah yang kokoh. Perbuatan tersebut murni tindakan kriminalitas yang ditolak oleh syari'at dan fitrah. Oleh sebab itu nash syariat telah mengharamkannnya sebagai peringatan dari berkawan dengan pelaku tindakan tersebut.

"Artinya : Dan di antara manusia ada orang yang ucapannya tentang kehidupan dunia menarik hatimu, dan dipersaksikannya kepada Allah (atas kebenaran) isi hatinya, padahal ia adalah penantang yang paling keras. Dan apabila ia berpaling (dari kamu) ia berjlalan di bumi untuk mengdakan kerusakan padanya, dan merusak tanaman-tanaman dam binatang ternak, dan Allah tidak menyukai kerusakan padanya , dan merusak tanam-tanaman dan binatang ternak, dan Allah tidak menyukai kerusakan" [Al-Baqarah : 204-206]

Wajib bagi setiap muslimin di mana saja berada untuk saling menasehati dalam kebenaran, tolong menolong dalam kebaikan dan ketakwaan, memerintahkan yang baik dan mencegah yang mungkar dengan cara hikmah dan pelajaran yang baik dan berdebat dengan cara yang paling baik, seperti firman Allah Subhanahu wa Ta'ala.

"Artinya : Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksaNya [Al-Maidah : 2]

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman.

"Artinya : Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang mungkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan mereka ta'at kepada Allah dan RasulNya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah ; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana" [At-Taubah : 71]

Dan Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman.

"Artinya : Demi masa, sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran" [Al-Ashr : 1-3]

Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : "Agama itu nasehat" (tiga kali), dikatakan : bagi saiapa, Ya Rasulullah ? Ia bersabda : "Bagi Allah, kitabNya, Rasul-RasulNya, pemimpin kaum muslimin dan manusia secara umum" [Telah lewat Takhrijnya]

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

"Artinya : Perumpamaan orang-orang mukmin dalam saling mencintai, mengasihi, dan saling menyayangi, bagaikan satu tubuh apabila adal satu bagian tubuh yang sakit maka akan menjalar kebagian tubuh yang lain sehingga turut tidak bisa tidur dan merasa demam" [8]

Ayat-ayat dan hadits-hadits –yang bermakna seperti ini- banyak sekali.

Kita memohon kepada Allah dengan namaNya yang indah dan sifatNya yang tinggi, agar Dia mengangkat bencana dari kaum muslimin, membeerikan petunjuk kepada para pemimpin yang padanya kebaikan penduduk dan negeri, serta menumpas kerusakan beserta pelakunya, dan semoga Allah menjadikan para pemimpin sebagai penolong agamaNya, meningggikan kalimatNya dan semoga Allah memperbaiki keadaan kaum muslimin –seluruhnya- di setiap tempat dan semoga Allah menjadikan mereka penolong kebenaran.

Sesungguhnya Allah pemilik yang demikian itu serta berkuasa atasnya. Semoga shalawat dan salam tercurah atas Nabi kita Muhammad, keluarga dan para sahabat beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam.

[Disalin dari kitab Fatawa Al-Aimmah Fil An-Nawazil Al-Mudlahimmah edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Seputar Terorisme, Penyusun Muhammad bin Husain bin Said Ali Sufran Al-Qathani, Terbitan Pustaka At-Tazkia]
_________
Footenotes
[1] Imam Al-Bukhari dalam kitab Al-Adab, bab : Man Kafara Akhahu Bi Ghairi Ta'wil Fa Huwa Kama Qala, hadits no. 6104. Imam Muslim dalam kitab Al-Iman, bab : Bayan Hali Iman Man Qala Li Akhihi Al-Muslim Ya Kafir, hadits no. 60.
[2] Di kitab At-Taubah, bab : Fii Al-Hadh Ala At-Taubah Wa Al-Farh Biha, hadits no. 2747
[3] Telah Lewat Takhrijnya
[4] Diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari di kitab Al-Hajj, bab Al-Khutbah Ayyama Mina, hadits no. 1741. Muslim di kitab Al-Qasamah Wal Muharibina, bab : Tagfizh Tahrim Ad-Dima Wal A'rad Wal Amwal hadits no. 1679
[5] Di kitab Al-Birr Wa Ash-Shilah bab : Tahrimu Zhulm Al-Muslim Wa Khuzulih Wahtiqorihi hadits no. 2564
[6] Di kitab Al-Birr Wa Ash-Shilah bab Tahrimu Azh Zhulm hadits no. 2578
[7] Diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dalam kitab Al-Jizyah, bab Itsmun Man Qatala Muahidan Bighairi Jarmin, hadits no. 3166, saya tidak mendapat dalam shahih Muslim.
[8] Diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari di kitab Al-Adab, bab Rahmah An Naas Wa Al-Bahaim hadits no 6011, dan Imam Muslim di kitab Al-Birr Wa Ash-Shilah bab Tarahum Al-Mukminina Wa Ta'Athufihim hadits no 2586


Sumber : Almanhaj.or.id